Emangnya Pernikahan itu Selalu Indah?

Emangnya Menikah itu Selalu Indah ya?


Jawabannya, tidak. Tapi kadarnya bisa jadi berbeda, penyikapan satu orang dibanding orang lain juga tidak sama. Yang pasti, menikah itu pasti harus siap berhadapan dengan masalah. Kalau dulu masalah biasanya berkutat pada diri sendiri. Nah kalau sudah menikah, maka masalah akan selalu terkait dengan pasangan, dan anak-anak. Tentu tidak lebih mudah. Ada banyak perasaan yang harus dijaga, dan terkadang ada hati yang harus tersakiti. #duh bahasanya koq sedih sekali ya..

Gak gitu juga sih. Intinya ketika seorang menikah, ia harus siap, bahwa episod baru kehidupannya memang baru saja dimulai. Menikah bukan akhir dari pencarian, tapi justru awal kita akan mencari kebahagiaan bersama pasangan dan keluarga. Apakah itu mudah? Tidak. Meski di awal sudah sama sepakat, dan sepemikiran; tetap bisa dipastikan di dalam perjalanan akan ada gesekan. Pemikiran yang tidak saling bersepakat, hati yang tidak saling dilapangkan, maaf yang tak pernah mudah terucap, atau terimakasih yang jarang tersampaikan.

Hm.. Menikah itu artinya siap mengenal lebih dalam siapa diri kita. Ya, kita mungkin belum tau betul siapa dan bagaimana kita. Menikah mungkin akan lebih mudah bagi orang yang istilahnya telah selesai dengan dirinya sendiri. Tapi apakah setiap orang bisa selalu mencapai tahap “selesai dengan dirinya” ketika jodoh datang menjemput? Rasanya tidak. Termasuk diri saya sendiri. Ada banyak permasalahan dalam diri yang masih belum tuntas. Hal ini membuat saya seringkali kesulitan mengatasi masalah dalam pernikahan.

Menikah juga artinya harus siap mengenal pasangan, dengan segala kebaikan dan keburukannya. Ya, kita sebagai wanita kan juga banyak kurangnya, masak iya kita menuntut pasangan kita sempurna tanpa kekurangan. Nah, kita harus siap. Kadang kita siap dengan segala kelebihan pasangan, tapi ketika dihadapkan dengan kekurangannya, seperti misalnya perilaku yang tidak perhatian, menyebalkan, tidak mau membantu di rumah, dan sebagainya; kita tidak siap. Ya, karena memang laki-laki dan perempuan itu secara psikologis kan berbeda. Jadi maklumi saja ketika ada gesekan karena hal itu. Kitanya yang harus terus belajar memahami, “saya harusnya gimana ya?” begitu.

Berharapan dengan seorang laki-laki itu seringkali kita harus lebih jelas mengutarakan maksud. Kita pengennya apa, maunya apa, tidak sukanya apa. Biar dia tu ngeh dengan apa yang kita inginkan. Kitanya jangan suka main kode, berharap suami bisa mengerti dan menebak isi hati kita. Nyatanya memang tidak semudah itu. Kita aja sebagai pemilih hati, seringkali bingung, “aku tu maunya apa sih?” wkwkwk malah minta suami buat ngertiin kita, ya kan. Haha.. iya sih, masuk akal sih. Maaf ya, namanya juga wanita.

Apalagi ya.. Seringkali ya kita harus berhadapan dengan masalah-masalah sepele, misalnya sampah berhari-hari ga dibuang oleh suami, padahal udah pembagian tugas, udah nyuruh-nyuruh tiap hari juga; ga dibuang juga. Kan kesel ya.. Atau habis makan, eh piringnya digeletakin aja di ruangan tengah, padahal dianya juga ke dapur buat cuci tangan, kan mbok ya sekalian dibawa. Itu kan sebenarnya hal sepele ya, tapi kalau kita menyikapi dengan berlebihan, emangnya kitanya sendiri yang sesek dadanya. Hehe.. pak suami, ya namanya juga laki-laki, pasti, “emang kenapa kalau ditaruh sini aja?”. Ya udah, hal-hal kayak gitu, ya gimana kita lebih sederhana menyikapinya; dicuekin aja. Atau kalau terlanjur kesel, harus pinter untuk merasa bodo amat juga gitu. Nanti balik sendiri koq insyaallah, kondisinya netral sendiri koq.

Adakalanya juga terjadi perbedaan persepsi atas sesuatu, yang menimbulkan konflik. Tidak mau ngalah. Seringnya sih yang ngotot istrinya. Hehe.. Mau menang sendiri, trus ngambek kalau gak diturutin apa maunya. Tapi ya itu tadi, karena seringkali wanita terlalu memakai perasaan, dan tidak berpikir panjang ketika memutuskan sesuatu hal. Pelajaran banget sih ini. Bahkan sampai tahun ke-8 menikah, masih sering terjadi hal seperti ini. Belum lagi jika sesekali lupa dengan tujuan menikah dulu untuk apa, visi yang mau dibangun bareng-bareng apa, ya karena sudah terlalu terbiasa dengan kehidupan sehari-hari, ya lupa untuk kembali merancang citacita keluarga, visi misi keluarga. Butuh untuk diingatkan terus, saling menguatkan selalu.

Oh ya, tidak enaknya kalau sudah menikah itu, ya suami harus menjadi prioritas utama; bahkan dibandingkan orang tua sendiri. Itu termasuk “tidak enak” apa gimana ya.. Hehe.. ga tau juga. Tapi, kadang diri sendiri juga jadi menuntut untuk mendapat perhatian. Apalagi kalau sudah menjadi ibu ya.. Seolah waktu untuk sendiri tidak ada lagi. Kalau ngga ngurus anak, ya ngurus suami. Ngurus diri sendiri? Nanti dulu lah.. Makan juga jadi sering lupa. Sering tertunda. Hanya karena harus menyuapi anak, harus memasak untuk ayahnya anak-anak.

Tapi dibandingkan dengan list tidak enaknya itu, masih banyak koq list enaknya. Hehe.. salah satunya ya tidak perlu ikut bekerja, tapi kebutuhan terpenuhi; alhamdulillah. Trus jadi terlindungi karena ada lakilaki di rumah, kalau ada apa-apa yang menyeramkan tinggal diserahkan ke pak Suami. Masang gas saja, kalau ada pak Suami di rumah, jadi pura pura gak bisa.. wkwkwk.. Ngangkat galon dari pintu depan ke pintu dapur aja, kalau ada pak Suami, ya pura-pura sibuk masak biar diangkatin. Padahal kalau si Bapaknya ngantor, ya mau ga mau ngangkat galon sendiri, masang gas sendiri. Gitu. Aneh kan..

Entahlah.. Yang pasti, selalu ada naik turunnya. Seneng sedihnya. Kalau lagi kesel-keselnya, trus bisa tiba-tiba sedih kalau inget apa yang pernah dilalui bersama. Kalau lagi kesel-keselnya, trus bisa makin tambah kesel sampai nangis-nangis kalau si bapak koq ga ngerti-ngerti juga maksud hati istrinya. Hehe.. Ya begitulah…

Tidak mudah, memang, menjalani biduk rumah tangga. Kita selalu berharap, rumah tangga ini terus terikat sampai ke surga kan. Namun, memang bukan tanpa ujian, bukan tanpa sedih, bukan tanpa kesel, bukan tanpa nangis-nangis, bukan tanpa marah-marah sampai banting-banting barang; tapi ya udah, rasa-rasanya, selama hal-hal itu masih dalam batas yang manusiawi, insyaallah semoga masih terus bisa dipertahankan. Toh, biasanya tidak lama.

Ya, ujian tiap rumah tangga berbeda-beda. Ada yang ujiannya di masalah keturunan, ada yang ujiannya di bagian suaminya, ada yang ujiannya di urusan istrinya, ada yang di mertuanya, ada yang tetangganya, ada yang di keuangannya, ada yang di kerjaannya, ada yang diuji di urusan agamanya; macem-macem. Lalu, apa yan harus kita lakukan? Ya, ingat saja kalau pas diuji, Allah ga kasih ujian kecuali hambaNya sanggup. Kalau pas diuji, ingat bahwa pasti ada pelajaran ni yang bisa diambil, pasti ada latihan nih yang Allah ingin kita tempuhi, jalani. Jadi ya sambil terus berdoa semoga Allah kuatkan hati kita.


Hm.. termasuk pada besar kecilnya ujian, kadar sakit tidaknya hati, pedih tidaknya rasa yang sedang dihadapi atas suatu peristiwa yang terjadi dalam rumah tangga; itu juga subjektif. Rasa yang menyakitkan bagi sebagian orang, bisa jadi dianggap biasa saja bagi orang lain. Jadi memang bukan tentang masalahnya, tapi perasaan yang mendapat masalah itu. Masalah bisa jadi sama, serupa. Tapi, pemilik hati yang berbeda bisa menerima masalah itu dalam kadar yang berbeda. Dengan memahami ini, kita tidak akan mudah menghakimi rumah tangga orang, “halah, wong cuma kayak gitu, koq udah nangis nangis. Aku lho.. yang gini gini gini, biasa aja, kuat-kuat aja!”. Tidak seperti itu. Karena, masalah akan diterima oleh hati dalam rasa yang tidak sama. Maka, bukan untuk dibandingkan, bukan juga untuk saling menyalahkan atau bahkan merasa dirinya paling menderita dan meremehkan beban masalah rumah tangga orang lain.

Terakhir, jangan lupa, rumah tangga ini benar-benar menjadi sarana kita belajar banyak hal. Tentang segala aspek kehidupan. Jadi, ya, sepertinya tidak boleh disia-siakan setiap pelajaran yang didapat; untuk bisa membuat diri semakin bertumbuh, juga untuk dibagikan kepada orang lain, siapa tau bisa memberikan nasehat, atau minimal sudut pandang yang berbeda yang akan membantu meringankan bebannya. Udah ya.. udah 1200kata. Hehe.. 

Comments

Popular posts from this blog

Terlalu Banyak Alasan #Day1

Biasakan Hal ini, Masalah Akan SELESAI!

Alasan Tidak Bahagia