Kalau Kesal dengan Takdir Allah?


Pernah ngerasa kesel gak sih? Karena rasanya, yang diperjuangkan mati-matian kemarin, menjadi tidak ada gunanya. Padahal sudah di depan mata, ya, padahal tinggal selangkah lagi. Tapi tiba-tiba semua berbalik 180 derajat. Berbalik sama sekali. Sama sekali tidak berpihak dengan apa yang kita bayangkan selama ini. Jadi seperti sia-sia kayaknya, udah pontang panting selama ini.

Ya, pasti sedih, jika kita berada dalam kondisi seperti itu kan. Pasti rasanya ingin menangis. Ya gak sih? Atau cuma saya saja ya? Hehe..

Hm.. tapi jika memang kita harus sedih, harus menangis, boleh gak sih? Ya boleh lah. Namanya juga manusia. Apalagi kita sebagai seorang wanita. Trus harus gimana?

Ya, berada di kondisi seperti itu tentu tidak mudah. Sangat tidak mudah. Belum kalau kita membayangkan berapa orang yang ikut kecewa, orang tua kita juga pasti merasa bersedih, dan banyak pihak lain yang tentu nya tak puas dg apa yang qodarullah terjadi.

Tapi, gak papa koq. Nangis gak papa koq. Sedih gakpapa koq. Kesel gakpapa koq. Kecewa? Wajar juga koq. Iyalah kecewa wong apa yang dikejar, dan sudah hampir kesampaian, tibatiba dibelokkan begitu saja, ke arah lain. Ibarat brownies coklat  suguhan saat kita bertamu, udah ada di hadapan mata, tangan udah mengayun untuk mengambilnya, lha tibatiba anak pemilik rumah nangis minta brownies, weew.. kata orang jawa, "Gelo nya" itu lho..

Perlahan yuk, nanti latih hati kita untuk menerimanya ya.. Mungkin nampaknya berat, mungkin rasanya, "koq Allah gitu.. gak ngasih ini. katanya kita harus berusaha. saya udah berusaha lho, koq malah dikasih kayak gini. Saya udah berusaha jadi orang baik lho, kenapa koq tiba-tiba musibah ini datang, dan bubar semua rencana?"

Ust Firanda, dalam kajiannya, menganalogikan bagaimana keburukan/musibah itu bisa menjadi kebaikan untuk hambaNya. Tau dokter kan ya.. Suatu saat, ada seorang pasien, mendatangi dokter dalam keadaan kakinya terkena racun. Racun itu berbahaya. Jika tidak segera ditangani, bisa merembet ke bagian tubuh lain, bahkan bisa mengancam nyawa orang tersebut. Maka, apa yang dilakukan oleh dokter itu? Ya dokter memutuskan untuk mengamputasi kaki orang itu.


Teman-teman, kalau kita mau lihat bagian per bagian ya, perbuatan dokter mengamputasi pasien itu kan artinya dia memotong bagian tubuh pasien tersebut, membuatnya tidak lagi sempurna, kakinya jadi tinggal 1. Itu hal yang buruk kan?! siapa juga yang mau dipotong kakinya, kan. Tapi, di balik itu, ada maslahat besar yang diinginkan oleh dokter tersebut, maslahat yang bukan buat dokter; tapi malah maslahat untuk pasien yang diamputasinya itu. Racunnya hilang, gak sampai merembet ke mana-mana, dan jiwanya pun terselamatkan. Tentu bagian ini adalah kebaikan yang akan didapat oleh pasien.

Ya, begitulah. Sering sekali, Allah memberikan bencana, musibah, kesulitan, kesedihan, kekecewaan, kekesalan, atau hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya kepada kita; bukan semata karena Allah ingin keburukan untuk hambaNya. Tapi, justru Allah ingin dengan keburukan itu, hambaNya jadi lebih baik. Betapa banyak kita mendapati ahli maksiat lalu taubat karena terkena bencana. Betapa banyak kita menemui pelaku dosa sujud menghamba, karena musibah yang menimpanya. Betapa banyak kita justru bisa menangis bersimpuh bersunguh-sungguh merasakan kedekatan dengan Allah, justru ketika kita mendapati kesulitan dan menelan pil pahit kekecewaan.

Jadi gimana? Ya, ketika mendapati hasil di luar dugaan, mendapati takdir yang tidak nyaman, yang tidak disangka; kembalikan pada Allah. Ingat Allah lagi. Ingat tidak, bahwa salah satu rukun iman itu, kita beriman kepada takdir. Tidak cukup hanya takdir, tapi takdir yang baik dan takdir yang buruk. Jadi rukun imannya itu “beriman kepada takdir yang baik, dan takdir yang buruk”. Jadi memang dalam hidup ini ya kita akan selalu dihadapkan pada 2 hal itu. Trus, kalau kembali bertanya, kenapa sih Allah harus takdir buruk kepada kita, hambaNya? Kenapa ngga yang baik baik saja? Iya, kembali deh ke penjelasan di atas, bahwa Allah ingin ada kemaslahatan yang lebih besar bagi hambaNya. Ya. Karena perbuatan Allah selalu pasti merupakan kebaikan.

Itu baru alasan pertama lho, kenapa koq ada keburukan; yaitu karena ada maslahat di baliknya. Nah, masih saya ambil dari kajian ust FIranda ya, alasan kedua mengapa Allah memberikan keburukan kepada kita : karena dengan adanya keburukan, kita akan mengetahui sebuah kebaikan. Coba bayangkan, mana mungkin kita mengerti mana cinta dan sayang, jika kita tidak pernah merasakan namanya dibenci dan dicaci. Bagaimana mungkin kita mengerti perasaan nyaman saat dimengerti orang, jika kita tidak pernah diabaikan oleh orang lain? Bagaimana mungkin kita bisa menyadari hadirnya nikmat, jika kita tidak pernah merasakan sakit karena kehilangannya. Bagaimana mungkin kita sesuatu berharganya sesuatu, jika kita tidak pernah merasakan hampir luput darinya. Bagaimana mungkin seorang bisa merasa bersyukur dengan apa yang dimiliki, jika dia tidak pernah melihat orang yang lebih susah dan lebih buruk kondisinya dari dirinya?

Begitulah.. Ya, terkadang, sesuatu Allah ambil, untuk kita tau betapa susahnya meraih hal itu. Sehingga suatu saat kita mendapat hal yang sama, kita bisa lebih menghargainya. Atau kalaupun kita tidak pernah sama sekali mendapat kesempatan kedua, kita bisa menasehati orang lain untuk tidak menyia-nyiakan apa yang dipunyanya.

Trus yang ketiga, mengapa harus ada keburukan? Tentu karena untuk menguji hambaNya. Siapa yang masih tetap beriman padaNya. Siapa yang masih ingat untuk syukur. Siapa yang masih kuat bersabar. Siapa yang masih cerdas meraup hikmah. Siapa yang bisa mengambilnya sebagai pelajaran, untuk jalannya ke surga. Makanya ya, pahala sabar itu besar, Allah cinta dengan orang yang sabar. Padahal syukur pun luar biasa, bahkan Allah janjikan tambahan nikmat padanya. Keutamaan bertafakkur itu besar, membuat kita semakin ingat dengan kekuasaan Allah, dan betapa cantiknya skenario Allah pada kita.

Yang keempat, mengapa harus ada keburukan? Jawabannya supaya bisa berlaku hukum sebab akibat. Coba bayangkan jika di dunia ini tidak ada kata bodoh, semuanya pintar. Pasti tidak ada namanya, “rajin belajar” dan “malas belajar”. Lalu, manusia pun jadi sama semua, mau bagaimana pun mereka, hasilnya akan sama saja. Tidak ada yang pintar, tidak ada yang bodoh; tidak ada rajin, tidak ada malas. toh, mau rebahan sepanjang hari, atau kerja keras belajar, hasilnya sama = pintar. Begitu juga dengan pekerjaan. Ada yang dari subuh sudah bangun, beranjak dari kasur, mempersiapkan diri menjemput nafkah untuk keluarga; kerja keras seharian demi mendapat sesuap nasi. Ada yang yang bahkan sampai dhuhur, masih gegoleran di kasur, sambil streamingan net flix atau drama korea. Trus jika tidak ada kata gagal, tidak ada kata bankrut, ya dua orang yang melakukan perbuatan bertentangan itu ya akan sama-sama sukses. Gimana donk, mending mana, rebahan seharian tetep dapat uang kali ya? Hehe.. Ya, ini alasan keempat mengapa koq akhirnya ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang sukses, ada yang bankrut, ada yang pinter, ada yang tidak biasa-biasa aja.

Trus terakhir, mengapa ada keburukan? Ya, kalau dipikr-pikir, akan sulit juga lho keadaan, kalau di dunia ini tidak ada keburukan. Misalnya nih,semua orang penghasilannya kayak Raffi Ahmad semua. Trus siapa donk yang nanti nyapu jalanan, yang ngambil sampah di komplek perumahan, yang delivery makanan, yang jual mie ayam gerobak yang rasanya maknyus. Masuk donk logikanya? Kalau semuanya jadi atasan, siapa donk bawahannya?! Kalau semuanya kerja jadi PNS, siapa donk yang membuka gerai kopi kenangan atau janji jiwa? Gak ada, kawan. Kalau semuanya ngurus keuangan, siapa yang ngurus SDM, siapa yang ngurus perabotan rumah tangga, siapa yang ngurus laut, siapa yang ngurus kereta api. EH ini ngomongnya malah kemana-mana ya.. Nanti jangan bilang, “Lho, berarti selain PNS, keburukan donk? Berati selain Raffi Ahmad, keburukan donk? Ya gak gitu donk.. Intinya yang mau saya sampaikan : tidak mungkin lho, semuanya di dunia ini sama. Pasti ada perbedaannya. Termasuk beda nasib. Hehe.. Beda takdir.


Trus gimana? Ya udah. Yang pertama : kita sadari bahwa misalnya kita menganggap apa yang kita terima itu sebagai keburukan ya, ya yakinlah bahwa di balik itu semua ada maslahat yang besaaaaar yang Allah inginkan untuk kita. Mungkin tidak bisa kita raba saat ini. Tapi suatu saat nanti, pasti akan ketemu hikmahnya.

Yang kedua : harus belajar berdamai dengan ekspektasi kita, karena terkadang realitas tidak sesuai dengan yang kita bayangkan. Kalau kata dek Hanna, dalam akun Instagramnya, ada banyak variabel dalam hidup ini, saking banyaknya - kita gak bisa menerjemahkan apa saja. Jadi kita harus siap dengan variabel apa yang tiba-tiba berubah, tibatiba datang ketambahan yang lain, tibatiba dikurangin. Atau apapun kita harus siap.

Teman-teman, saya tutup episod podcast kali ini dengan membacakan tulisan dek Hanna di IG feed beliau ya. Judulnya Variabel-Variabel Kehidupan

(ax+by+cz=d) masih ingatkah dengan persamaan linier 3 variabel ini? Dulu materi ini terlihat rumit bagi saya. Sekarang, sudah lupa. Tapi, kita sama-sama tau, persamaan variabel jika kurang dari 4 persamaan tentunya punya banyak cara untuk menyelesaikannya. Namun jika ada 5 atau lebih, duh ruwet, bisa jadi tidak memiliki penyelesaiannya dan terjadi kontradiksi.

Kawan, hidup yang kita jalan ternyata tidak hanya memiliki 1,2, atau 3 variabel. Namun, hidup jauuuuuh lebih rumit dari itu. Bahkan bisa jadi hingga ratusan variabel. Kita bisa berhati-hati pada satu, dua, tiga variabel. Tapi ternyata, kita tidak siap dengan variabel lain.

Yaa, benar, banyak variabel di hidup kita yang tidak bisa kita kendalikan. Bahkan manusia terbaik sedunia pun, Rasulullah Saw, juga merasakan banyak variabel di kehidupan yang tidak bisa beliau kendalikan. Salah satu contohnya, meskipun umatnya jumlahnya miliaran jiwa di seluruh dunia, namun dengan segala upaya yang telah beliau usahakan, belum bisa mengislamkan salah satu orang yang paling beliau hormati, sayangi dan cintai.

Itu rasulullah, manusia terbaik sepanjang masa. Maka, sangat wajarlah apabila kita merasa banyak hal yang sudah dipersiapkan dengan baik, namun hasilnya di luar kendali kita.

So, apa yang harus kita lakukan? Learn to let it go. Belajar melepaskan, membiarkan, merelakan. Bukan, bukan pasrah kawan. Tapi belajar untuk merelakan sesuatu yang terjadi di luar kehendak kita. Karena kita sudah berusaha mengerahkan segala variabel yg kita punya. Mari belajar menerima kenyataan yang tidak diketahui. Mari belajar menerima kenyataan bahwa di luar sana banyak variabel2 lain yang tidak diketahui


Dan kalau kita mengharapkan keadilan dan keidealan di dunia, ujung2nya kita hanya akan sakit hati kawan. Karena mengharapkan keadilan dan segala hal yg ideal bukan dunia tempatnya. Tapi akhiratlah tempatnya.

Jadi, semangat memaksimalkan seluruh variabel yg kita punya ya kawan. Berbuat kebaikan dan menebar kebermanfaatan bagi sesama. Tidak mengapa bila sekali2 kita merasa sedih dan gundah gulana karena hasil usaha kita tidak sesuai dg rencana. Namun, tersenyum dan kembali bangkit adalah jalan juang kita. LAA tahzan, innallaha ma'anaa.

Oke, itu aja yaa... Jadi, saya tekankan lagi bahwa ada banyak variabel dalam kehidupan kita. Kita tidak bisa terpaku pada 1 variabel saja. Kita harus siap dengan beragam variabel lain yang akan hadir, entah kita mau atau yang sama sekali tidak kita sangka. Ketika apa yang tidak kita inginkan itu hadir, ya tidak apa belajar menerimanya. Memang tidak mudah, tapi perlahan kita harus terus coba ya.. Insyaallah, variabel yang lain juga indah koq, lebih indah malah. Kan takdir Allah selalu merupakan kebaikan bagi kita di akhirnya.

Semangat semuanya, semoga bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog

Terlalu Banyak Alasan #Day1

Biasakan Hal ini, Masalah Akan SELESAI!

Alasan Tidak Bahagia